KORELASI FIQH MUAMALAH DENGAN PERBANKAN SYARIAH

I.PENDAHULUAN

Kehadiran Ekonomi Islam di tengah-tengah kuatnya dominasi kapitalis dalam arus perekonomian dunia seakan membangkitkan kembali semangat umat Islam untuk memperbaiki sistem perekonomian yang penuh dengan ketidakadilan ini. Hal ini telah terbukti secara empiris dengan lahirnya berbagai lembaga keuangan berbasis syariah. Dimulai sejak didirikannya bank syariah yang pertama pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia, yakni Islamic Development Bank ( IDB ) yang merupakan
kerjasama antara negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam ( OKI ) dan kini sudah mulai merambah ke wilayah-wilayah yang pada dasarnya merupakan wilayah-wilayah non Islam. Realita seperti ini juga mengindikasikan bahwa sebenarnya terdapat banyak sekali kesalahan ataupun kekurangan dari sistem ekonomi yang selama ini dianut. Untuk itu, kehadiran kembali sistem ekonomi Islam setelah sekian lama mengalami stagnasi akibat kuatnya dominasi sistem ekonomi kapitalis seakan terasa ibarat obat yang mampu menyembuhkan penyakit kronis yang sulit sekali untuk disembuhkan.

Akan tetapi, penerapan sistem ekonomi syariah di berbagai lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah ternyata belum mampu berjalan sempurna. Dalam praktiknya, masih terdapat sistem riba atau bunga di dalam pelaksanaan lembaga-lembaga keuangan syariah termasuk perbankan syariah, meskipun hal tersebut terjadi secara terselubung. Kenyataan seperti ini dikhawatirkan dapat berpotensi merusak kredibilitas sistem ekonomi Islam. Padahal, apabila sistem ekonomi Islam mampu untuk direalisasikan dalam kehidupan, maka kemungkinan besar kemaslahatan dari aspek ekonomi sebagai aspek dominan dalam roda kehidupan manusia akan mampu dicapai serta hal ini pun dapat memperkuat eksistensi Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.

Untuk menerapkan sistem ekonomi Islam dalam kehidupan tentu tidaklah mudah. Perlu adanya pemahaman secara eksplisit guna menjalankannya. Dasar untuk memahami sistem ekonomi Islam dapat dilakukan melalui pemahaman secara teoritis meskipun persoalan ekonomi merupakan persoalan yang bersifat aplikatif. Salah satu fasilitas untuk memahami sistem ekonomi Islam secara teoritis yaitu melalui fiqh muamalah. Oleh karena itu, pemahaman terhadap fiqh muamalah merupakan langkah penting sebagai bekal menerapkan sistem ekonomi Islam, termasuk di dalamnya adalah perbankan syariah.

I.PENGERTIAN MUAMALAH
Pengertian muamalah dapat dilihat dari beberapa segi, pertama dari segi bahasa dan kedua dari segi istilah. Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata : معاملة -يعامل - عامل sama dengan wazan : مفاعلة – يفاعل – فاعل yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan. 1 Sementara itu, menurut istilah, pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian muamalah dalam arti sempit.
Menurut beberapa ahli, definisi muamalah dalam arti luas adalah sebagai berikut :
1.Al-Dimyati berpendapat bahwa muamalah adalah :
ا لتحصيل ا لدنيوي ليكو ن سببا للا خر
“Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi”.2

2.Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.3 Dalam buku yang sama dikatakan pula bahwa muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan mengenai muamalah dalam arti luas, dapatlah diketahui bahwa muamalah adalah aturan-aturan Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.4
Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit, didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut :

1.Menurut Hudhari Byk. pengertian muamalah adalah :
ا لمعاملات جميع العقودالتي بها يتبا دل منا فعهم
“Muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya”

2.Menurut Idris Ahmad, muamalah adalah aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.

3.Menurut Rasyid Ridho, muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan.

Dari beberapa pandangan di atas mengenai pengertian muamalah dalam arti sempit, dapatlah dipahami bahwa yang dimaksud dengan fiqh muamalah dalam arti sempit adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.5
Dari dua sudut pandang yang berbeda dalam memahami pengertian muamalah, baik secara luas maupun secara sempit, terdapat persamaannya yaitu sama-sama mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitan dengan pemutaran harta.

III.RUANG LINGKUP FIQH MUAMALAH
Untuk memudahkan memahami ruang lingkup fiqh muamalah secara spesifik, maka terlebih dahulu akan dibahas mengenai dua jenis muamalah :
A.Al-Muamalah al-Madiyah
Yaitu muamalah yang mengkaji objeknya sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah adalah muamalah bersifat kebendaan karena objek fiqh muamalah adalah benda yang halal, haram, dan syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang memadharatkan, benda-benda yang mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dan beberapa segi lainnya.

B.Al-Muamalah al-Adabiyah
Yaitu muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda yang bersumber dari panca indera manusia, yang unsur penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, seperti jujur, hasud, dengki, dendam, dan lain sebagainya.

Dari dua jenis muamalah yang telah disebutkan di atas, maka ruang lingkup fiqh muamalah juga terbagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup fiqh muamalah yang bersifat Adabiyah dan ruang lingkup fiqh muamalah yang bersifat Madiyah.
1.Ruang lingkup fiqh muamalah yang bersifat Adabiyah mencakup beberapa hal berikut ini :
a.Ijab dan kabul
b.Saling meridhai
c.Tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak
d.Hak dan kewajiban
e.Kejujuran pedagang
f.Penipuan
g.Pemalsuan
h.Penimbunan
i.Dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.
2.Sedangkan beberapa hal yang termasuk ke dalam ruang lingkup muamalah yang bersifat Madiyah adalah sebagai berikut :
a.Jual-beli ( al-Bai’ al-Tijarah )
b.Gadai ( al-Rahn )
c.Jaminan dan tanggungan ( Kafalan dan Dhaman )
d.Pemindahan hutang ( Hiwalah )
e.Jatuh bangkrut ( Taflis )
f.Batasan bertindak ( al-Hajru )
g.Perseroan atau perkongsian ( al-Syirkah )
h.Dan lainnya beserta masalah-masalah Mu’ashirah ( Mahaditsah ), seperti bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah-masalah baru lainnya.

Dari penjelasan di atas mengenai fiqh muamalah, baik dari segi pengertian secara luas maupun secara sempit serta ruang lingkup fiqh muamalah, dapatlah diketahui bahwa itu semua merupakan tata cara yang Allah tetapkan kepada manusia untuk melakukan aktifitas duniawinya dengan sesama manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmaninya.
Salah satu manifestasi aktifitas manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya adalah adanya mekanisme perbankan yang dapat memberi kemudahan bagi manusia untuk melaksanakan aktifitasnya. Namun, adanya riba serta kentalnya aroma kapitalis dalam praktik perbankan di Indonesia justru membuat sulit umat manusia untuk mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan aspek perekonomian yang seharusnya mampu untuk diatasi melalui perbankan. Selain itu, mekanisme perbankan yang seperti ini bersifat kontras dengan tujuan utama adanya perbankan untuk menciptakan kegiatan ekonomi yang adil dan transparan.
Maka dari itu, sudah saatnya sekarang praktik perbankan di Indonesia dilandasi oleh nilai-nilai Islam yang dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang adil dan transparan.6 Dalam perbankan yang berbasis Syariah atau yang lebih dikenal dengan sebutan perbankan syariah, terdapat banyak hal ( mekanisme ) yang pada hakekatnya dipelajari dalam fiqh muamalah. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :
1.Perbankan syariah tidak mengenal sistem riba, karena riba dilarang oleh agama serta riba hanya akan menimbulkan kemudharatan saja. Terdapat beberapa ayat Al-Quran yang mengharamkan riba, di antaranya yaitu :

QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 275

Artinya : “.… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. …..” ( QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 275 )

QS. Ali-Imran [ 3 ] : 130
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”( QS. Ali-Imran [ 3 ] : 130 )

QS. An-Nisa’ : 161
Artinya : “Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”( QS. An-Nisa’ [ 4 ] : 161 )

Sementara itu, dalam kajian teoritis fiqh muamalah, riba atau bunga yang dibayar sebagai peminjaman modal merupakan penyebab utama krisis ekonomi,7 sehingga riba merupakan hal yang tidak boleh untuk dilakukan.

2.Kemudian, dalam perbankan syariah terdapat sistem mudharabah atau qiradh atau yang dikenal dengan istilah sistem bagi hasil. Dasar hukumnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a., bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda :

ثلا ث فيهن البركة البيع الي اجل والمقا رضة وخلط البربا لشعير للبيت ولا للبيع
Artinya : “Ada tiga perkara yang diberkati : jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.”
Menurut Imam Taqiyudin, mudharabah ialah :

عقد علي نقد ليتصر ف فيه ا لعامل با لتجا رة
“Akad keuangan untuk dikelola dikerjakan dengan perdagangan.”8
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian.9
Dengan mudharabah ini bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.10

3.Dalam perbankan syariah juga terdapat sistem pinjaman ( ‘Ariyah ). Sesuai dengan pengertian bank Islam itu sendiri, bahwa bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada individu atau lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga.11 Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perbankan syariah berupaya untuk menghindari adanya bunga bank dalam membantu masyarakat melalui program pinjaman dana. Dasar hukum mengenai sistem pinjaman seperti ini terdapat dalam QS. Al-Maidah [ 5 ] : 2 yang artinya adalah
“……..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ……” ( QS. Al-Maidah [ 5 ] : 2 )
serta dalam QS. An-Nisa’ : 58 yang artinya adalah
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…….” ( QS. An-Nisa’ [ 4 ] : 58 )
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan, asalkan kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang semata. Menurut hadits tersebut, hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar utang. Sabda Rasulullah SAW tersebut adalah sebagai berikut :

فا ن من خير كم ا حسنكم قضا ء ( ر و ا ه ا لبخا ر ي و مسلم )
“Sesungguhnya di antara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar hutang” ( HR. Bukhari dan Muslim )
Sebaliknya, jika penambahan tersebut telah menjadi perjanjian dalam akad perutangan, maka tambahan itu tidak lagi halal bagi yang berpiutang untuk mengambilnya. Rasulullah SAW bersabda :

كل قرض جرمنفعة فهو و جه من وجوه ا لر با ( ا خر جه ا لبيهقي )
“Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu adalah salah satu cara dari sekian cara riba” ( Dikeluarkan oleh Baihaqi )

4.Sama seperti halnya yang terdapat dalam perbankan konvensional, dalam perbankan syariah pun terdapat sistem kredit. Maksud kredit adalah sesuatu yang dibayar secara berangsur-angsur, baik itu jual beli maupun dalam pinjam-meminjam. Namun, mekanisme kredit yang terdapat dalam perbankan syariah berbeda dengan mekanisme kredit yang terdapat dalam perbankan konvensional yang cenderung terarah pada sistem riba atau bunga. Menurut Anwar Iqbal Qureshi hal ini dikarenakan fakta-fakta obyektif menegaskan bahwa Islam melarang setiap pembungaan uang. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa Islam melarang perkreditan sebab sistem perekonomian tidak akan lancar tanpa adanya kredit dan pinjaman.

Kesimpulan
Fiqh muamalah memiliki korelasi yang erat sekali dengan mekanisme perbankan Islam atau yang biasa disebut dengan perbankan syariah. Selain itu, fiqh muamalah pun dapat dijadikan sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi polemik yang berpotensi menghambat perkembangan ekonomi berbasis Islam dalam penerapan perbankan syariah.
Perbankan syariah merupakan lapangan untuk mengaplikasikan konsep-konsep penting ekonomi Islam yang dibahas secara teoritis dalam fiqh muamalah, seperti masalah riba, mudharabah, kredit, dan masalah pinjaman

0 komentar:

Link Partner

yuyu